Kata"Allah" Bukan Hanya Di Ucapkan Oleh Orang Islam Saja
PROLOG:
"...Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin uskup bernama `Abd Allah' (Hamba Allah). Inskripsi Zabad (512)v iawali `Bism al-Ilah' (Dalam nama Allah) lengkap dengan tanda salib diikuti nama-nama Kristen, demikian juga Inskripsi `Umm al-Jimmal' (abad-6) menyebut `Allahu ghafran' (Allah yang mengampuni). Inskripsi `Hurran al-Lajja' (568) dan inskripsi lain pra'Islam' dari lingkungan Kristen menggunakan nama Allah pula. Jadi, umat Yahudi & Kristen berbahasa Arab sudah menggunakan nama `Allah' jauh sebelum kelahiran agama Islam, dan ucapan Bismillah sudah digunakan oleh orang Yahudi berbahasa Arab, lama sebelum ada Islam bahkan pada abad-5sM sudah ditulis Ezra dalam kitabnya, dan tentu saja orang Kristen berbahasa Arab sejak abad-1 juga sudah menggunakannya. Rupanya, karena ucapan `bismillah' sudah umum diucapkan oleh umat Yahudi dan Kristen berbahasa Arab sebelum hadiran agama Islam, waktu penulisan Al-Quran, ucapan itu digunakan sebagai pembuka setiap Surat/surah. .."
PENJELASAN:
1. BISMILLAH
Pada kesempatan tanya jawab pada acara ceramah soal `Nama Allah' baru-baru ini, ada peserta yang bertanya: "Bolehkah umat kristen mengucapkan Bismillah? Soalnya, bukankah itu ucapannya orang Arab dan Islam?" (Bismillah dalam bahasa Indonesia adalah `Dalam Nama Allah'). Pertanyaan ini timbul dilatar belakangi kekurang-tahuan yang dicampur adukkan dengan prasangka dan sikap alergi terhadap semua yang berbau Arab dan Islam, seakan-akan yang Arab itu pasti Islam dan yang Islam itu pasti Arab. Kerancuan berfikir demikian seharusnya hilang dari pemikiran karena Arab tidak identik dengan Islam, dan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristen sudah jauh ada sebelum adanya agama Islam, dan bahasa Arab sudah hadir di Timur Tengah jauh sebelum penulisan Al-Quran.
Dalam Alkitab Perjanjian Lama, di masa Raja Salomo sudah disebutkan adanya raja-raja Arab(1Raj.10:15). Dalam kitab Yesaya orang Arab sebagai pengembara yang berkemah (nomad, yes.13:20), Arabia disebutkan dalam Yes.21:13, dan Yeremia menyebut orang Arab yang di padang gurun (Yer.3:2). Dalam Perjanjian Baru sudah disebutkan bahwa ada orang Arab hadir dalam peristiwa di hari Pentakosta dan mendengar kotbah Petrus dalam bahasa Arab (Kis.2:11), demikian juga rasul
Paulus dalam pertobatannya pergi ke tanah Arab dan Siria (Gal.1:17) dan Hagar (Ibu dari Ismael yang adalah salah satu jalur nenek-moyang Arab) disebut sebagai gunung Sinai di tanah Arab (Gal.4:25). Semua yang disebutkan disini terjadi jauh sebelum kehadiran agama Islam di abad-7M.
Pada konsili-konsili awal Gereja Kristen mula-mula, sudah ada wakil orang Arab beragama Kristen dan beberapa uskup berbangsa Arab hadir disitu. Di tahun 225 terdapat keuskupan di Beth-Katraye di wilayah Quatar. Kekristenan mengalir ke suku-suku Himyar, Ghasan, Taglib, Tanukh, Tayy dan Quda'a, jauh sebelum kedatangan agama Islam. Seorang ratu Arab, Maria namanya, beragama Kristen. Dia pernah mengundang uskup Musa untuk tinggal di tengah bangsanya (Anton Wessels, Arab dan
Kristen, BPK-GM, 2002, hlm.33, dikutip dari Azis A. Atiya, A History of Eastern Christianity, London, 1968, hlm.258).
Sekarang bagaimana dengan ucapan Bismillah yang artinya `Dalam Nama Allah' itu? Nama Allah itu nama Tuhan siapa dan yang mana? Tuhan orang Arab atau juga Allah orang Yahudi dan Kristen dalam bahasa
Arab?
Menarik untuk diketahui bahwa dalam Tenakh Yahudi, kata `Alaah' (hla,alef-lamed-he) bisa berarti `sumpah' (1Raj.8:31;2Taw.6:22) tetapi juga menjadi kata dasar dari kata `Eloah' dan `Elohim'. Fakta
menunjukkan juga bahwa kata `Alaah' (hla) dalam kitab Ezra 5:1 sekalipun ditulis dalam aksara Ibrani dimengerti dalam bahasa Aram sebagai `Alaah' yang artinya sama dengan El/Elohim/Eloah Ibrani (ayat
itu berbunyi `Bashum Alaah Yisraeel' - Dalam Nama Allah I5ra3l. Dalam Ezr.6:14 juga ditemukan kalimat `Alaah Yisraeel' ? lihat Interlinear Bible dalam PC Study Bible. Bandingkan ini dengan `Elohe Yisrael').
Perlu diketahui bahwa dalam Tenakh (PL) sebagian kitab Ezra (4:8 ?6:18;7:12-26), Daniel (2:4b ? 7:28), dan Yeremia (10:11) ditulis dalam bahasa Aram tetapi dengan aksara Ibrani.
Jadi nama Allah itu sudah lama dipakai dikalangan I5ra3l yang berbahasa Aram dimana Ezra menuliskannya dalam suratnya, dan ucapan `Bashum Alaah' (Ezr.5:1) dalam bahasa Aram yang dalam bahasa Arab menjadi `Bismillah' sudah lama digunakan oleh orang Yahudi jauh sebelum ada agama Islam. Kita tahu bahwa bahasa Aram itu salah satu nenek-moyang bahasa Arab.
Kelompok Pemuja Nama Yahweh yang sangat alergi nama `Allah' dalam `Kitab Suci Taurat dan Injil' menerjemahkan Ezr.5:1;6:14 (Alaah Yisraeel) sebagai `Eloim I5ra3l' dan dalam `Kitab Suci Umat
Perjanjian Tuhan' menerjemahkannya sebagai `Tuhan I5ra3l.' Jadi, dalam konteks ayat-ayat Ezr.5:1;6:14, sebenarnya para pemuja nama Yahweh dalam kedua Kitab Suci itu mengakui juga bahwa `Allah adalah Eloim dan Tuhan I5ra3ll.'
Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin uskup bernama `Abd Allah' (Hamba Allah). Inskripsi Zabad (512) diawali `Bism al-Ilah' (Dalam nama Allah) lengkap dengan tanda salib
diikuti nama-nama Kristen, demikian juga Inskripsi `Umm al-Jimmal' (abad-6) menyebut `Allahu ghafran' (Allah yang mengampuni). Inskripsi `Hurran al-Lajja' (568) dan inskripsi lain pra'Islam' dari lingkungan Kristen menggunakan nama Allah pula. Jadi, umat Yahudi & Kristen berbahasa Arab sudah menggunakan nama `Allah' jauh sebelum kelahiran agama Islam, dan ucapan Bismillah sudah digunakan oleh
orang Yahudi berbahasa Arab, lama sebelum ada Islam bahkan pada abad-5sM sudah ditulis Ezra dalam kitabnya, dan tentu saja orang Kristen berbahasa Arab sejak abad-1 juga sudah menggunakannya. Rupanya, karena ucapan `bismillah' sudah umum diucapkan oleh umat Yahudi dan Kristen berbahasa Arab sebelum kehadiran agama Islam, waktu penulisan Al-Quran, ucapan itu digunakan sebagai pembuka setiap Surat/surah.
Dari hal di atas kita tahu bahwa nama Ilah/Allah dalam bahasa Arab adalah padanan nama `El/Elohim/Eloah' bahasa Ibrani dan `Alah/Alaha/Elah/Elaha' dalam bahasa Aram Siria (kata sandang
definitif `ha' dalam bahasa Ibrani tidak biasa digunakan bila menunjuk pada El/Eloah/Elohim), dan ucapan Bismillah sekedar ucapan peneguh iman `Dalam Nama Allah.'
Kita harus sadar adanya kenyataan bahwa sekarang ada 4 (empat) versi Alkitab dalam bahasa Arab yang digunakan umat Kristen berbahasa Arab dan ke-empatnya menggunakan `nama Allah,' dan dalam keempat versi itu, Ezr.5:1 ditulis `Bismillah' juga. Itu tidak berarti bahwa Alkitab bahasa Arab meniru ucapan dalam Alquran (Dalam Al-Quran ucapan `Bismillah' menjadi pembuka setiap surat), karena sudah
terbukti umat Yahudi dan Kristen berbahasa Aram/Arab sudah jauh sebelum Islam menggunakan nama dan ucapan itu. Saat ini bangsa Arab yang beragama Kristen jumlahnya sekitar 10 juta orang dan semuanya menggunakan `nama Allah' dan mengucapkan `Bismillah' juga!
Berdasarkan hal ini, pertanyaan peserta yang disebutkan di awal artikel ini bisa dijawab bahwa tidak ada salahnya kalau kita mengucapkan kata `Bismillah' (dengan pengertian Alaah Yisraeel) kalau berhadapan dengan orang Arab atau yang beragama Islam, dan kalau kita ditanya mengapa menggunakan ucapan itu, kita dapat menjawab bahwa dalam Alkitab Perjanjian Lama sudah tertulis ucapan itu dalam dialek
Aram yaitu `Bashum Alaah' (Ezr.5:1, abad-6sM), 13 abad sebelum Al-Quran ditulis, Satu abad sebelum agama Islam lahir, Inskripsi Zabad dari kalangan Kristen Arab sudah menuliskan `Bism al-ilah' yang
menunjukkan bahwa secara lisan ucapan itu sudah dipakai oleh umat Yahudi dan Kristen yang berbahasa Arab jauh sebelum digunakan dalam Al-Quran.
2. DEFINISI TUHAN
Demi untuk memudahkan pengkajian, sebaiknya kita mulai dengan memberikan definisi tuhan, supaya pengertian kita sama. Tentu definisi yang paling tepat ialah yang diambil dari pemahaman akan pengertian tuhan menurut yang dijabarkan di dalam al-Qur'an. Untuk itu, perlu kita sadari dua penyataan terpenting, yang pasti akan kita peroleh apabila kita kaji dengan sungguh-sungguh kandungan al-Qur'an.
Kenyataan pertama ialah, di dalam al-Qur'an kita tidak pernah menemukan suatu ayat pun yang membicarakan atheist atau atheisme. Suatu hal yang kiranya sangat penting kita fikirkan mengingat kenyataan di zaman modern ini jutaan manusia telah menyatakan diri mereka sebagai "atheist" atau "orang yang tidak bertuhan".Setiap orang yang berideologi komunis mengaku, bahwa mereka tidak bertuhan (atheist). Mendiang Chou Eng Lai, perdana menteri RRC, pernah berpidato di alun-alun Bandung, ketika ia berkunjung ke sana semasa konperensi Asia-Afrika dahulu (1955) dengan bangga
mengatakan, bahwa mereka sebagai komunis dengan sendirinya tidak bertuhan. Kalau kita jumlahkan rakyat RRC dengan Rusia ditambah dengan semua negara satelit-satelitnya yang menganut faham komunis, maka kira-kira sepertiga penduduk dunia sekarang ini adalah atheist, jika yang dikatakan bekas perdana menteri Cina itu benar.
Sungguh suatu tanda tanya besar bagi setiap Muslim, yang yakin akan kesempurnaan kitab sucinya. Mungkinkah Allah telah "lupa" menyebutkan kenyataan ini, sehingga al-Qur'an tidak menyebut sama sekali akan atheist dan atheisme ini. Akibatnya, ialah kamus bahasa 'Arab sama sekali tidak mengenal istilah atheist itu. Memang, orang-orang 'Arab modern sekarang ini mempergunakan perkataan "mulhid" untuk "atheist", dan "ilhad" untuk atheisme, namun kalau kita selidiki di dalam al-Qur'an perkataan "mulhid dan ilhad" artinya sangat jauh dari "atheist dan atheisme". Perkataan "ilhad" berasal dari kata "lahada" yang artinya "menggali lobang atau terjerumus ke dalam lobang galian". Ingat, dalam
bahasa Indonesia pun kita mengenal "liang lahad", yang berasal dari kata Arab "lahada" ini. "Mulhid" dalam al-Qur'an artinya kira-kira "orang yang terjerumus di dalam kesesatan", jadi tidak ada ubungannya dengan arti harfiah dari atheist.
Kenyataan kedua ialah, perkataan "ilah", yang selalu diterjemahkan "tuhan". Di dalam al-Qur'an dipakai
untuk menyatakan berbagai objek, yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Misalnya, di dalam ayat Q. 45:23 dan Q.25:43.
"Tidakkah kamu perhatikan betapa manusia meng-ilahkan keinginan-keinginan pribadi mereka .?"
Dalam ayat Q. 28:38, perkataan "ilah" dipakai oleh Fir'aun untuk dirinya sendiri:
"Dan Fir'aun berkata: 'Wahai para pembesar, aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya ilah selain
diriku'."
Dari contoh ayat-ayat tersebut di atas, ternyata perkataan "ilah" bisa mengandung arti berbagai benda,
baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir'aun atau raja, atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Dari dua kenyataan di atas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: Tidak adanya perkataan atheist dan atheisme di dalam al-Qur'an membuktikan, bahwa tidak mungkin manusia itu tidak bertuhan.
Faham atheisme adalah omong kosong, tidak logis, dan tidak masuk 'akal. Menurut logika al-Qur'an: setiap orang mesti bertuhan. Alternatip yang mungkin ialah bertuhan satu (monotheist) atau bertuhan banyak (polytheist = bcrluhan lebih dari satu). Oleh karena itu, perkataan "ilah" di dalam al-Qur'an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (muthanna: ilaahaini), dan banyak (jama': aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan tuntas akan masalah ini dapatlah kita buat definisi "tuhan" atau "ilah" yang tepat, berdasarkan logika al-Qur'an sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) olehnya (sesuatu itu).
Perkataan "dipentingkan" hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula
sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi al ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (Dr. Yusuf Qardawi: "Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, (Haqiqat Al-Tauhid) terjemahan H. Abd. Rahim Haris, Pustaka Darul Hikmah, Bima, hal. 26 - 27).
Berdasarkan definisi ini dapatlah difahami, bahwa tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheist, tidak mungkin tidak bertuhan. Berdasarkan logika al-Qur'an bagi setiap manusia mesti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, maka orang-orang komunis itu pun pada hakikatnya bertuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideology atau angan-angan (Utopia) mereka, yaitu terciptanya "masyarakat komunis, di mana setiap orang boleh bekerja menurut kemampuan masing-masing dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan masing-masing", sebagai yang dirumuskan dengan jelas oleh pemimpin mereka, Lenin, di dalam manifesto communisme-nya: "From everyone according to his ability, and for everyone according to his need." Ungkapan inilah yang diterjemahkan oleh para pemimpin mendiang PKI (Partai Komunis Indonesia) dahulu dengan slogan: "sama rata sama rasa". Orang komunis sebenarnya memimpikan terciptanya suatu masyarakat bertata ekononii yang "adil sempurna".
Impian seperti ini tiada bedanya dengan impian setiap orang Kristen yang taat akan apa yang mereka namakan "Kerajaan Allah" atau "Kingdom of God". Oleh karena itu, Toynbee pernah mengatakan, bahwa komunisme itu tiada lain melainkan kekristenan yang dipalsukan, suatu lembaran sobekan Bible, yang diperlakukan seolah-olah seluruh kitab suci itu, yang kemudian dijadikan senjata untuk menembaki kebudayaan Kristen (Barat). Dalam bahasa Toynbee sendiri:
"You may equally well call Marxism a Christian heresy, a leaf torn out of the book of Christianity and
treated as if it were the whole Gospel. The Russians have taken up this western heretical religion,
transformed it into something of their own, and are now shooting at us. This is the first shot in the
anti-Western counter-offensive ". (Civilization on Trial, p. 221 )
Sebahagian orang ada yang menganggap dirinya sedemikiran pintarnya, sehingga ia merasa tak perlu
bertuhan. Mereka mengatakan, bahwa mereka tidak perlu kepada sesuatu yang tak dapat dibuktikan. Merekapun menolak jika dikatakan atheist. Mereka menamakan diri mereka agnostic. Salah seorang tokoh orang-orang agnostic ini yang terkemuka ialah mendiang Bertrand Russel, ahli falsafah dari Inggris, yang pernah diundang dengan hormatnya untuk memberikan kuliah pada beberapa universitas di Amerika Serikat di awal tahun empat-puluhan. Kuliah-kuliah yang disampaikannya telah sempat menimbulkan kemarahan tokoh-tokoh Kristen Amerika, terutama Bishop Manning dari Gereja Episcopal, karena dianggap "sangat bertentangan dengan agama dan nilai-nilai moral". Memang Russel berpendirian, bahwa "semua agama yang ada didunia ini Budha, Hindu, Kristen, Islam, dan Komunisme " adalah palsu dan berbahaya" ("I think all the great religions of the world --Buddhism, Hinduism, Christianity, Islam, and Communism-- both untrue and harmfull"), karena itu ia menentang semua agama.
Sangat menarik perhatian kita ialah, sama dengan Toynbee, Russel pun menganggap komunisme sebagai
agama. Kalau kita baca bukunya yang terkenal: "Why I Am Not a Christian" (Mengapa Saya Bukan Seorang Kristen), maka dapat kita simpulkan, bahwa ia tokoh bertuhan juga. Russel, pada hakikatnya, telah mempertuhankan 'aqalnya. Selama ia bisa konsisten, sebenarnya masih lumayan, terutama jika dibandingkan dengan orang yang bertuhankan hawa nafsunya. Tetapi, mungkinkah seseorang senantiasa consistent .?
Berdasarkan pengertian "ilah" atau tuhan yang telah diberikan definisinya di atas, maka dapat pula secara logika dibuktikan, bahwa tidak ada manusia yang mampu berfikir logis, yang tidak punya tuhan. Bahkan bisa dibuktikan, bahwa tidak mungkin bagi manusia tidak punya sesuatu kepercayaan. Apabila seseorang mengatakan: "saya tidak percaya kepada sesuatu apa pun," maka ia akan dihadapkan kepada suatu kontradiksi, karena pernyataan tersebut mengandung pembatalan diri. Jika benar ia tak pcrcaya kepada sesuatu apapun, maka kalimat itupun ia harus sangkal kebenarannya. Jika tidak, maka terbukti ia tokh masih punya satu kepercayaan, yaitu kebenaran pernyataan tersebut, maka sikap itu bertentangan pula dengan arti kalimat itu. Jadi kalimat itu tidak logis, dan tidak mungkin terucapkan oleh seseorang yang mampu dan mau berfikir logis.
Salam,
-Pencari Tuhan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar